Salawat Hari Minggu Nomer Satu
Di langit yang berselimut malam, di bawah taburan bintang yang berguguran seperti doa yang tak putus, aku memanggil namamu, wahai junjunganku Muhammad. Namamu adalah cahaya yang meniti lembah-lembah gelap, menari di antara gelombang tak henti, merasuk ke dalam hati yang rindu.
Selawat berlayar bersama angin yang berhembus dari samudera, mengikuti jejak kapal-kapal yang mendekat, mengantar jiwa-jiwa yang haus akan perjumpaan suci. Di dek yang basah oleh percikan lautan, tangan-tangan terangkat, bibir-bibir bergetar mengucap pujian. “Ya Allah, limpahkanlah selawat dan salam kepada kekasih-Mu.”
Di gurun yang tak bertepi, langkah-langkah para perindu mengikis debu-debu sejarah. Di sela angin yang membawa rahasia, mereka menyebut namamu, wahai Rasulullah. Dalam bisikan lembut untaian selawat, dalam desiran pasir yang mengguratkan kisah perjalanan menuju keabadian, di sanalah namamu kekal, tak tergantikan.
Gunung-gunung menjulang, menyaksikan cinta yang tak berbilang. Bukit-bukit bersujud, tunduk pada kebesaran Tuhan. Oh, Tuan kami Muhammad, di setiap desir angin malam yang berembus dari lembah ke lembah, namamu berkumandang, tak henti-henti.
Dan ketika pagi menyingsing, ketika fajar menumpahkan cahayanya ke wajah-wajah yang lelah namun tak menyerah, selawat masih mengalun. Seperti ombak yang tak pernah jemu mencium bibir pantai, seperti angin yang tak henti berlari meniti cakrawala, begitu pula namamu tak pernah pudar dalam setiap hati yang mencintaimu.
Ya Allah, berkahilah junjungan kami, Muhammad, sepanjang malam menutupi bumi dan kapal-kapal berlayar membawa para perindu-Mu. Sepanjang hati masih mengenal rindu, sepanjang cinta masih tumbuh dalam dada, sepanjang dunia masih bernapas dengan doa.