Salawat Hari Minggu Nomer Tiga
Wahai malam yang memeluk langit,
adakah engkau mendengar lantunan rindu yang mengalun dari hati-hati rapuh ini?
Di setiap desah angin, kami sebut namanya—Tuan kami Muhammad, cahaya yang menuntun,
penyejuk jiwa yang gersang, rahmat yang tak pernah mengenal batas.
Wahai bintang-bintang yang berkelip lembut,
adakah engkau melihat air mata yang jatuh di atas sajadah,
saat nama itu kami gumamkan dalam doa yang tak putus?
Setiap langkah kami melingkar, setiap sujud kami mendekat,
namanya hadir, mengisi ruang-ruang jiwa yang sunyi,
menghembuskan cinta yang tak bertepi.
Wahai gunung-gunung yang teguh berdiri,
adakah engkau menggetarkan dirimu saat selawat berkumandang?
Saat kafilah melintasi padang,
dan para musafir berbisik pelan di bawah rembulan,
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan salam kepada kekasih-Mu,
yang wajahnya seperti fajar,
yang akhlaknya seperti embun,
yang suaranya seperti aliran sungai,
menyejukkan setiap hati yang mendengarnya.”
Kami yang kecil ini,
hanya debu di antara gugusan semesta,
namun cinta kami padanya melampaui batas waktu,
melampaui batas ruang.
Kami menggantungkan harap pada namanya,
kami titipkan doa pada selawat yang mengalir,
seperti sungai menuju lautan kasih tak bertepi.
Wahai waktu yang terus melaju,
jangan pernah renggut kisahnya dari lisan kami.
Jangan pernah kaburkan jejaknya dari hati kami.
Sebab, di setiap namanya yang terucap,
ada cahaya yang menyelinap,
ada harapan yang tumbuh,
ada kedamaian yang abadi.
Ya Allah,
berkatilah dia, Tuan kami Muhammad,
dalam setiap detak nafas kami,
dalam setiap langkah kafilah yang bernyanyi,
dalam setiap putaran tawaf yang menautkan hati.
Dan kepada keluarganya, limpahkanlah kedamaian,
selama-lamanya,
hingga waktu berhenti, hingga dunia berpulang.