Hujan pagi hari

Pagi ini, hujan jatuh seperti untaian doa yang dikirim dari langit. Rintiknya lembut, menyentuh bumi dengan kasih, seolah membisikkan kisah-kisah lama tentang damai yang dirindukan. Bau tanah yang basah menguar, membangkitkan ingatan pada jejak-jejak kaki yang berjalan dalam cahaya petunjuk.

Ya Rasulullah, betapa rindunya hati ini padamu. Seperti tanah merindukan hujan, seperti jiwa yang haus akan kesejukan kasihmu. Dalam rinai pagi yang mengguyur, aku terbayang bagaimana engkau dahulu menahan derita, mencintai yang membenci, dan membalas kezaliman dengan kelembutan. Namun kini, di tanah para saudara kami, langit tidak menurunkan hujan, melainkan api. Bumi tidak menghirup wewangian, melainkan bau mesiu dan duka.

Palestina menangis, ya Rasulullah. Tangisan itu bukan hanya air mata, tetapi darah yang mengalir di jalanan. Anak-anak kehilangan tempat bermain, ibu-ibu kehilangan buah hatinya, dan lelaki-lelaki kehilangan rumah tempat mereka berdoa. Di manakah kedamaian yang dahulu engkau ajarkan? Di manakah kasih yang pernah kau titipkan kepada umatmu?

Hujan terus turun, menyelimuti bumi yang luka. Ia mengetuk jendela, seakan ingin menyampaikan pesan bahwa kasih Tuhan tak pernah pergi. Aku berdoa, semoga hujan ini juga turun di tanah yang bersedih, menghapus jejak derita, menyuburkan harapan, dan membisikkan janji bahwa fajar keadilan pasti akan datang.

Ya Rasulullah, kami merindukanmu. Dalam setiap tetes hujan ini, dalam setiap hela napas doa, kami berharap kelak bisa melihat senyum damai yang kau ajarkan kembali bersemi di bumi yang perih ini.


Popular posts from this blog

Bismillah

Makna, Tafsir, dan Relevansi Surat Adh-Dhuha

Senja di Perjalanan Pulang